Ketika sebuah perkebunan di Sorong, Papua Barat Daya, mulai melihat serangga putih bergerombol di pelepah daun kelapa sawit, tanda-tandanya jelas: serangan kutu putih (mealybug) telah terjadi. Dalam beberapa minggu, area yang terinfeksi menghitam akibat jamur jelaga (sooty mold) yang menyebar dan menutupi permukaan daun dengan lapisan hitam.
Kedua masalah ini saling berkaitan erat. Kutu putih mengisap cairan tanaman dan mengeluarkan embun madu, yang menjadi media tumbuh bagi jamur jelaga. Akibatnya, proses fotosintesis menurun, pohon menjadi lemah, dan produktivitas turun secara signifikan.
Bagi manajer perkebunan, waktu menjadi faktor yang sangat krusial. Ketika kutu putih sudah menyebar ke beberapa blok, penyemprotan manual menjadi lambat dan tidak merata, terutama di area dengan medan tidak rata atau tajuk pohon yang tinggi.
Di sinilah drone penyemprot pertanian menawarkan solusi yang lebih cepat dan tepat sasaran.
Ketika Penyemprotan Konvensional Tidak Lagi Cukup
Penyemprotan manual atau menggunakan kendaraan sangat bergantung pada tenaga kerja dan aksesibilitas. Operator dengan sprayer gendong hanya dapat menjangkau pelepah bagian bawah, sedangkan alat semprot berbasis kendaraan dibatasi oleh kondisi medan dan tinggi tajuk pohon. Akibatnya, sering terjadi celah penyemprotan dan pemborosan bahan kimia akibat drift atau limpasan.
Selain itu, ketika populasi hama meningkat dengan cepat, tim penyemprotan manual sulit mengejar kecepatan penyebaran hama. Saat satu blok selesai disemprot, hama sering kali sudah berpindah ke area pertumbuhan baru.
Untuk merespons lebih cepat dan akurat, pihak perkebunan menggandeng Terra Agri, penyedia solusi penyemprotan berbasis drone untuk sektor pertanian skala besar.

Penerapan Solusi Drone
Operasi di Sorong dimulai dengan uji coba terbatas sebelum berkembang menjadi proyek penuh yang mencakup area lebih dari 3.000 hektare. Terra Agri menggunakan drone penyemprot E16, yang dikenal karena stabilitas, presisi, dan kemudahan perawatan di lokasi terpencil.
Konfigurasi dan Kalibrasi Drone
Setiap drone E16 dilengkapi tangki berkapasitas 16 liter dengan sistem dua nozzle yang dikalibrasi untuk menghasilkan tetesan berukuran 80–120 mikron—ukuran optimal untuk menembus tajuk daun dan memberikan sebaran semprot yang merata.
Sebelum aplikasi pertama, Terra Agri melakukan penerbangan kalibrasi untuk menentukan:
- Ketinggian terbang optimal: 3,5 meter di atas tajuk untuk memastikan cakupan daun dan meminimalkan drift.
- Kecepatan terbang: 4–5 m/s, disesuaikan dengan kerapatan tajuk dan arah angin.
- Laju aliran semprot: 1,2–1,5 L/menit per nozzle, dikontrol melalui sensor tekanan bawaan.
- Lebar semprot: 4–6 meter per jalur terbang, dengan tumpang tindih 20% untuk memastikan cakupan penuh.
Operator memprogram parameter ini ke dalam perangkat lunak manajemen penerbangan drone agar setiap misi menghasilkan distribusi tetesan yang konsisten.
Pengaturan Operasi Lapangan
Terra Agri membagi operasi lapangan menjadi beberapa unit mobilisasi, masing-masing terdiri dari:
- 2 unit drone
- 4 pilot dan asisten terlatih
- 1 teknisi pencampur bahan kimia
- 1 sopir logistik
Setiap unit beroperasi dari truk modifikasi yang berfungsi sebagai pangkalan bergerak, dilengkapi dengan stasiun pengisian daya, tangki pencampur, dan tempat penyimpanan baterai. Desain ini memungkinkan operasi berjalan lancar antar blok tanpa waktu henti yang berarti.
Rata-rata, setiap drone menyelesaikan 8–10 kali penerbangan per hari dan mampu menutupi sekitar 15 hektare per hari dalam kondisi lapangan normal. Jalur penerbangan dipetakan sebelumnya menggunakan data GPS dan batas blok yang disediakan oleh pihak perkebunan.

Pengendalian Kualitas dan Pemantauan
Selama penyemprotan, supervisor lapangan Terra Agri memantau variabel kunci berikut:
- Tim memverifikasi keseragaman tetesan dengan menempatkan kertas sensitif air di dalam tajuk.
- Mereka mengukur kecepatan dan arah angin menggunakan anemometer portabel sebelum setiap penerbangan.
- Mereka memantau suhu dan tegangan baterai melalui sistem telemetri untuk menjaga keamanan operasi. Data dari setiap misi dicatat dan dianalisis untuk memastikan cakupan semprot optimal serta mengidentifikasi area yang memerlukan penyesuaian di blok berikutnya.
Hasil di Lapangan
Setelah beberapa minggu penyemprotan, perkebunan mulai melihat perbaikan nyata. Koloni kutu putih yang berwarna putih dan berlilin berkurang secara signifikan, sementara lapisan hitam jelaga perlahan menghilang seiring pemulihan permukaan daun.
Secara operasional, penggunaan drone memangkas waktu penyemprotan dari beberapa minggu menjadi hanya beberapa hari untuk setiap zona. Dengan rotasi beberapa unit drone, Terra Agri mampu menjaga kontinuitas penyemprotan bahkan di medan yang menantang.
Meskipun data spesifik bersifat rahasia, proyek ini menunjukkan peningkatan nyata dalam efisiensi penggunaan bahan kimia, konsistensi cakupan semprot, dan efektivitas pengendalian hama. Hasil ini mendorong klien untuk mengintegrasikan drone spraying sebagai bagian dari strategi pengendalian hama jangka panjang.
Pembelajaran dari Operasi Sorong
Proyek Sorong membuktikan bahwa drone penyemprot pertanian merupakan pendekatan yang terukur, berbasis data, dan berkelanjutan untuk menjaga kesehatan perkebunan. Dengan kalibrasi yang tepat, pilot terlatih, dan dukungan logistik yang efisien, teknologi drone mampu memberikan peningkatan nyata dalam kecepatan, cakupan, dan keselamatan, bahkan di wilayah terpencil dengan kondisi lapangan yang kompleks.
Proyek ini juga menunjukkan bahwa drone spraying bukan hanya alat tanggap darurat, tetapi juga aset strategis untuk pengelolaan hama jangka panjang. Beberapa pelajaran penting yang diperoleh antara lain pentingnya pengumpulan data yang konsisten, kemampuan respon cepat terhadap wabah, serta pengurangan ketergantungan pada bahan kimia. Secara keseluruhan, operasi drone meningkatkan efisiensi, memastikan sebaran semprot yang merata, dan membantu perkebunan beralih dari penanganan reaktif menuju pengendalian hama yang bersifat preventif.